PATROLINUSANTARA.com, -JAKARTA TIMUR, -TERDAKWA MENANGIS -Ada hal unik dan tidak biasa terjadi pada persidangan penututan hukuman Terdakwa oleh JPU Ari Meilando. Berawal saat Hakim memanggil Terdakwa Ngadino dan Poniyem di bangku pesakitan pengadilan, Terdakwa Ngadino menangis.
Sontak Hakim pengadilan kaget dan menanyakan kenapa Terdakwa menangis sambil menunjuk ke Terdakwa Ngadino, dan dijawab singkat “Tidak ada apa-apa, Pak Hakim”, oleh Ngadino.
“Saat ini kita lanjutkan persidangan putusan hukuman JPU,” ucap Hakim usai Terdakwa Ngadino sudah tenang.
Ketika Terdakwa Ngadino menangis, terdengar selenting suara pengunjung persidangan yang namanya tidak mau dipublikasikan menduga itu hanya setingan agar hukuman diringankan. “Kok waktu tuntutan hukuman JPU Terdakwa menangis, terlihat setingan banget deh,” tandasnya.
Di sisi lain kedua Terdakwa dijadikan tahanan kota, lantaran melihat kondisi Terdakwa Poniyem yang memakai tongkat dalam persidangan. Kenyataan sebenarnya Terdakwa dapat berjalan tanpa tongkat, sehingga bisa dikatakan hanya modus untuk mengelabui Hakim.
Terlihat usai persidangan untuk keluar Terdakwa Poniyem terlihat mengangkat tongkatnya dan mampu berjalan dengan baik.
Dalam hal ini juga, penasehat hukum Korban, Dody Zulfan, SH.,MH, mengaku sangat kecewa sudah mempercayai JPU, padahal sebelumnya JPU meminta kelengkapan bukti dan saksi yang sudah kami penuhi bahkan kami bersama mencari bukti baru, didapatlah hasil bahwa kwitansi berobat atas nama Poniyem yang disampaikan kepada Kejaksaan sebagai salah satu alasan tidak ditahan di rutan ternyata palsu. Apakah ini tidak menjadi pertimbangan serius JPU.
JPU juga menjelaskan bahwa Terdakwa seharusnya menggunakan gelang ketika menjadi tahanan kota. Namun sejak awal hingga tuntutan JPU, Terdakwa tidak pernah tampak menggunakan gelang bahkan tidak juga menggunakan baju orange sebagaimana Terdakwa yang lain.
“JPU hanya menjatuhkan Terdakwa hukuman penjara 6 bulan. Mau kemana kita bawa pengadilan ini, sudah jelas seorang Terdakwa mengakui kesalahan. Jika tuntutan seringan ini maka tidak akan ada efek jera kepada pelaku lain dan akan memberi kesempatan pada pihak lain untuk leluasa memberikan keterangan palsu di atas sumpah dan tidak menghormati marwah Pengadilan, karena hukumannya sepele,” paparnya.
Dody Zulfan, SH, MH.,.menceritakan selama Korban, Andri, di sidang sebagai saksi, banyak sekali kejanggalan yang terjadi misalnya ditolaknya bukti dari Korban oleh Hakim sedangkan bukti dari Terdakwa selalu diterima; Korban dan saksinya diintimidasi Hakim dengan cara dicecar dengan nada tinggi; Hakim mencecar Korban dengan pertanyaan-pertanyaan di luar konteks yang ada pada gugatan dan ada juga kejadian di mana Hakim main mata dengan pihak Terdakwa dan Kuasa Hukumnya; serta para penonton dari pihak terdaksa tertawa selama siding berlangsung.
“Sementara Rekan kami saat ikut tertawa, langsung ditegur oleh Hakim, untuk itu Hakim sudah kami lapor ke Bawas Mahkamah Agung RI,” pungkasnya.
Sidang perkara dugaan memberi keterangan palsu dalam persidangan perceraian digelar di PN Jakarta Timur (Jaktim) Ngadino dan Poniyem hanya dituntut hukuman ringan 6 bulan penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Meilando menerangkan hukuman memberatkan hukuman Terdakwa Ngadino dan Poniyem adalah dalam persidangan memberikan keterangan palsu di atas sumpah, sementara yang meringankan adalah bahwa Terdakwa kooperatif selama sidang berlangsung. “Maka Jaksa Penuntut menjatuhkan kepada kedua Terdakwa 6 bulan penjara,” ungkap JPU Andi Meilando, usai membacakan hukuman tersangka di PN Jakarta Timur, Rabu (29/11/2023).
Hasil putusan Jaksa tersebut, membuat Korban, Andri, kecewa atas tuntutan JPU. Menurutnya tuntutan yang dijatuhkan terhadap Terdakwa membuat dirinya tidak memiliki hak mendapat keadilan yang layak sebagai Warga Negara Indonesia karena tidak sesuai dengan tuntutan yang disangkakan terhadap Terdakwa Ngadino dan Poniyem.
“Tidak terima hukuman seringan itu karena banyak kerugian materiil dan immateriil yang saya alami mulai dari fitnah sampai hak saya dan anak-anak yang tidak terpenuhi. Belum lagi perlakuan dari mereka semenjak saya disekap di Citra Maja sehingga hukuman seharusnya lebih dari tuntutan JPU yang hanya 6 bulan. Dimana keadilan bagi saya kalau hanya hukuman seringan itu.” ungkap Andri kepada wartawan usai diwawancarai.
Untuk itu, Korban berharap Hakim Ketua yang memimpin persidangan dalam menjatuhkan hukuman lebih memberatkan lagi, lebih tinggi dari tuntutan dari JPU yang tidak sesuai dengan tuntutan Terdakwa yang melanggar KUHP Pasal 242 dengan hukuman kurungan maksimal 7 tahun.
“Kalau hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim sama atau lebih ringan berarti pengadilan ini sudah jelas tumpul ke atas tapi tajam ke bawah,” terangnya.
Kekecewaan juga dilontarkan Kartika Sari, SH, M.Kn., selaku penasehat hukum saksi Korban yang sangat kecewa tuntutan JPU pada persidangan tuntutan hukum kemarin. Sebagai pengacara beliau berpendapat bahwa Terdakwa terbukti melakukan keterangan palsu/kebohongan dalam persidangan seharusnya bisa dijatuhkan hukuman selama 7 tahun dimasukan ke Pasal 242 ayat (1) yang bunyinya, “Barang siapa dalam keadaan di mana Undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
“Tidak pantas kedua Terdakwa mendapatkan hukuman dari JPU kutungan 6 bulan, tidak sesuai dengan pasal yang disangkakan, kami hanya minta keadilan dalam kasus ini,” tegas Kartika Sari, SH, M.Kn,.
red