PATROLINUSANTARA.com, Tigaraksa, – Badan Pusat Statistik merilis, Kabupaten tangerang menempati urutan ketiga tertinggi jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan setelah kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang.
Dilansir dari halaman resmi BPS Kabupaten Tangerang, Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tangerang pada Maret 2021 sekitar 272,35 ribu orang (7,12 persen), Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin pada Maret 2020, maka kenaikan jumlah penduduk miskin
mencapai kurang lebih 30,33 ribu orang selama periode tersebut
Kenaikan jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan dikabupaten Tangerang, disebut – sebut lantaran kurang mahirnya kepala OPD dalam menerjemahkan apa yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menjadi acuan Bupati Tangerang A. Zaki Iskandar dalam mensejahterakan masyarakatnya tersumbat di tatanan OPD.
“Pembangunan daerah Kabupaten Tangerang masih dihadapkan pada isu strategis yang akan menjadi arah prioritas pembangunan tahun 2020 sudah dilakukan pemetaan sebelumnya dan salahsatunya adalah Penanganan kemiskinan dan pengangguran dan itu sudah dituangkan didalamnya,” ungkap Hilman Saleh Harahap Koordinator Barisan Perjuangan Rakyat Jelata (Barata) kepada Wartawan senin (22/8/2022).
Ia menilai, dengan kenaikan jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan itu, percepatan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 5,05 % yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) saat ini hanya sebatas isapan jempol.
Hal itu, menurut Aktifis yang akrab disapa Bung Harahap lantaran dikalangan kepala OPD masih mengedepankan Egosentris ketimbang berkoordinasi dengan OPD yang berkaitan, sehingga yang terjadi adalah masing masing OPD tidak memiliki empati atas kenaikan angka kemiskinan tersebut.
“Pencapaian suatu hasil untuk menerjemahkan apa yang sudah tertuang dalam RPJMD tentunya dibutuhkan teamwork atau lintas OPD yang solid, bukan Individu OPD yang sibuk mencari panggung apalagi sebatas menggugurkan kewajiban,” ungkap Bung Harahap.
Ia mencontohkan, dalam penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang timbul akibat kenaikan jumlah penduduk miskin di kabupaten Tangerang, seharusnya dinas sosial tidak hanya sebatas menggugurkan kewajiban dengan menempatkan para penyandang masalah kesejahteraan sosial di panti rehabilitasi selama beberapa hari.
“Namanya aja panti Rehabilitiasi, seharusnya dilakukan rehabilitasi bukan cuma disuruh makan tidur, atau sebatas membereskan kamarnya di panti, karna PMKS bukan cuma nenek yang terlantar, ODGJ, atau balita yang tidak terurus, akan tetapi ada anak anak jalanan yang berusia produktif yang membutuhkan keahlian atau kemampuan bertahan agar tidak kembali turun kejalan,” ungkap Hilman.
Masih menurut Hilman, Fakta dilapangan para anak jalanan itu hanya sebatas ditempatkan kendati persis disebrang panti rehabilitasi terdapat balai latihan kerja yang bisa dimanfaatkaan sebagai bekal bagi anak anak jalanan agar memiliki pilihan dalam memenuhi kebutuhannya.
“Apa sulitnya dinas sosial dan dinas ketenagakerjaan membuat suatu komitmen agar para anak – anak jalanan usia produktif yang terjaring bisa mendapatkan keahlian di balai latihan kerja ?, atau bagaimana caranya berkoordinasi dengan dinas peternakan dan pertanian supaya anak – anak itu bisa memiliki keahlian untuk bercocok tanam atau beternak, karna setau kami panti rehabilitasi itu cukup luas,” ungkapnya